Minggu, 18 November 2012

Penipu - Penipu Itu Memakai Topeng "GREEN"


    Kadang di pasar swalayan kita ditawari 'green bag', Saat di mal, ada agen yang aktif promosikan apartemen 'green building',di jalan tol, ada spanduk kontraktor yang juga katanya 'green', ya, dijaman sekarang ini kita dikelilingi oleh berbagai iklan produk dan jasa yang diberi warna hijau. Lalu, bagaimana kita bisa mengerti mana klaim green yang sesungguhnya, dan mana yang palsu ('greenwashing')?
 
  "Memangnya apa sih 'greenwashing' itu? Apakah maksudnya mencuci menggunakan sabun hijau? Hmm.. bukan..." Greenwashing adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberi kesan pada konsumennya bahwa mereka bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup, "Apakah benar seperti itu ?" , Banyak perusahaan yang melabeli produknya "green" walaupun sebenarnya tidak ramah lingkungan.
Misalnya apa nih? Contohnya banyak.


Truck Tanki salah satu perusahaan semen ternama



  1. Perusahaan yang mendanai penanaman ribuan pohon tetapi setelah itu ditinggal sampai pohon tersebut mati.
  2. Produk kertas, misalnya copy paper, dengan logo "green" (seolah-olah kertas ini sudah disertifikasi sebagai kertas ramah lingkungan), padahal logo sertifikasi tersebut buatan perusahaan itu sendiri.
  3. Pasar swalayan yang katanya menyediakan tas belanja untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Tapi pada prakteknya, saat konsumen ingin membayar, kasirnya tidak pernah bertanya pada konsumen,"mau pakai plastik atau bawa tas?"
  4. Kompleks perumahan yang dipromosikan sebagai eco atau green karena ada banyak taman/pepohonan, namun setiap rumah didesain untuk boros menggunakan listrik, tidak menyediakan sistem pengelolaan sampah RT, air hujan dari atap masuk ke selokan (bukan ke sumur resapan), tidak ada transportasi umum (akibatnya warga tetap harus pakai mobil/motor untuk berkaktivitas) dan tidak menyediakan fasilitas yang aman bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda.
  5. Perusahaan bikin acara seperti konser, bazaar, dan festival dengan label "green", sementara dalam pelaksanaannya ada banyak sampah yang bertebaran (mis. sampah brosur, plastik dan styrofoam); sampah hanya dibersihkan oleh petugas kebersihan dan dibuang ke TPA, tidak dipilah/didaur ulang; konsumsi panitia diberikan dalam kotak styrofoam dan gelas plastik; pengunjung tidak dihimbau untuk menggunakan kendaraan umum atau sepeda; dan acara menggunakan listrik yang sangat besar.
  6. Perusahaan yang bikin acara lingkungan, padahal produknya berbahaya bagi lingkungan atau perusahaan tersebut belum bertanggung jawab mengelola sampah dari kemasan produknya
Contoh greenwashing lainnya
  1. Tulisan menggunakan bahasa marketing yang gak jelas ("Go green dengan mengikuti fun bike tour kita!")
  2. Penggunaan kata sains yang sebenarnya tidak ada ("Produk ini dibikin dengan zat baru ecotin atau ecoblablabla")
  3. Klaim yang tanpa pembuktian ("Dengan membeli produk ini Anda akan mengurangi emisi karbon setinggi 80%!"
  4. Produk-produk yang jelas-jelas mengancam lingkungan atau berbahaya bagi kesehatan (mis. bensin, motor/mobil, rokok, obat nyamuk) tetapi yang dipromosikan sebagai produk ramah lingkungan atau sehat.



    Cara paling sederhana untuk tidak dibohongi dengan klaim greenwashing adalah dengan bertanya pada Paman Google. Kalau Anda merasa ada produk yang berbau greenwashing, sebaiknya produk tersebut dicek terlebih dahulu melalui internet. Ada pun beberapa website yang bisa bermanfaat
    * Source watch

    * The Greenwashing index
    * Stop greenwash
    * The 7 sins of Greenwashing


    Membeli produk-produk dengan label yang seolah-olah "green", hanya akan membuang-buang uang Anda sambil ikut mendukung produsen tersebut untuk terus merusak lingkungan. Lagipula ini akan menunjukkan bahwa Anda termasuk konsumen yang senang ditipu.

Rabu, 14 November 2012

Sejarah Konservasi


Sejarah konservasi secara umum dibagi menjadi 3, yaitu jaman kerajaan, jaman kolonial, dan jaman modern

1. jaman kerajaan sampai pada abad 15
  • dipengaruhi oleh kepercayaan animisme (percaya kepada makhluk halus) dinamisme (benda2 besar mempunyai ruh atau kekuatan) / mitos / takhayul.
  • Data masih sangat sederhana, berupa prasasti dan ilmu turun - menurun.

2. jaman kolonial

jepang mulai tahun 1910
  • ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang aves dan mamalia.
  • area konservasi pertama di cibodas.
  • memelopori inventarisasi pohon jati di daerah blora dan sekitarnya.

hindia belanda mulai tahun 1813
  • kebun raya Bogor yang awalnya hanya berupa pematang sawah dan kebun kosong, dirubah menjadi area konservasi seluas 4 - 8,5 ha.
  • tokoh utamanya adalah V. er. Kenseld yaitu seorang pengamat burung.
  • tahun 1849 dikeluarkannya UU agraria dan Aves yang melarang perburuan burung.
  • pendataan boss sondaicus (banteng jawa) di jember dan banyuwangi
  • tahun 1906 pendataan panthera tigris balica (harimau bali)

inggris
  • ditemukannya spesies rafflesia arnoldi

3. jaman modern
  • tahun 1947 atas prakarsa raja-raja Bali, menetapkan Bali sebagai area Suaka Alam
  • tahun 1980 di dirikan taman nasional untuk pertama kalinya, yaitu TNGP (Taman Nasional gunung Gede-Pangrango) kemudian menyusul Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Komodo

referensi : Materi Ruang DIPONG INDONESIA

Senin, 12 November 2012

Kontroversi Pelepasan Burung


Kenapa kontroversi ? Dalam konservasi, melepaskan burung tidak semudah yang kita bayangkan,Tidak seperti pejabat - pejabat yang ingin menarik simpati rakyat, atau organisasi-organisasi yang ingin "show up", dalam konservasi melepas burung adalah pilihan terakhir ketika kegiatan-kegiatan konservasi lain untuk menyelamatkan jenis burung tersebut dari kepunahan terbukti gagal. Hal ini lebih disebabkan kegiatan melepas burung adalah kegiatan yang berbahaya bagi keseimbangan alam. "Kok bisa..?"

Dikatakan berbahaya karena berbagai fakta berikut :
  1. Sedikit saja kesalahan dalam proses melepas burung dapat berakibat fatal, bisa kematian burung yang kita lepas, menganggu keseimbangan ekosistem yang lebih dulu ada, ataupun akibat yang lainnya.
  2. Dibutuhkan biaya besar untuk melepas burung secara benar. Kegiatan tersebut harus diikuti oleh kegiatan monitoring dan evaluasi secara ketat. Pelepasan burung sering kali harus dilakukan secara berulang dan atau bertahap sampai dapat dipastikan keberhasilannya. Kegiatan dapat dihentikan ketika burung-burung yang dilepas mampu bertahan dan berkembangbiak pada tempat kita melepaskan burung itu. Melepas burung tanpa dapat memastikan nasibnya adalah tindakan yang sia-sia bahkan bisa dikatakan sebagai tindakan pembunuhan berencana terhadap burung yang kita lepaskan.


Dampak paling buruk yang dapat diakibatkan oleh kegiatan melepas burung adalah kepunahan. contohnya adalah punahnya Nuri talaud ras Sangihe (Eos histrio histrio). Ras ini diduga punah setelah terjadi kawin silang dengan Nuri talaud ras Talaud (Eos histrio talautensis). Proses kawin silang ini terjadi akibat lepasnya Eos histrio talautensis yang diperjual-belikan di daerah Sangihe oleh para pemburu. Contoh lain adalah punahnya burung Atitlan Grebe (Podilymbus gigas) dan Alaotra grebe (Tachybaptus rufolavatus). Kedua jenis burung ini punah karena dilepaskannya sejenis ikan di danau tempat mereka hidup. Ikan yang dilepaskan tersebut ternyata memangsa ikan-ikan kecil yang menjadi makanan kedua jenis burung tersebut. Kalah bersaing dalam perebutan makanan, kedua jenis burung ini akhirnya punah.

Selain akibat kemungkinan terjadinya kawin silang (hibridasi) dan kompetisi, melepas burung juga dapat mengakibatkan tersebarnya penyakit atau parasit bagi burung-burung yang hidup di tempat kita melepaskan burung.

Kegiatan melepas burung selalu merupakan proses yang panjang, kompleks dan mahal. Secara umum, tahapan melepas burung dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sebelum pelepasan, pelepasan, dan setelah pelepasan. Sebelum melepas kita harus mengetahui status biologi, meliputi taksonomi, habitat, kesehatan, dan perilaku burung yang akan dilepas. Kita juga harus memahami kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang hidup disekitar tempat kita akan melepas burung, serta interaksi mereka dengan jenis burung yang akan kita lepas. Pada tahap awal ini kita harus mampu merumuskan secara spesifik tujuan yang ingin kita capai dari kegiatan pelepasan sesuai dengan sumberdaya yang kita miliki.

Rumusan strategi pelepasan, meliputi jumlah dan komposisi burung yang akan dilepas, teknik dan pola pelepasan serta pentahapan dan waktu pelepasan sudah harus tersedia sebelum burung mulai kita lepas. Hal ini penting sebagai panduan dalam kegiatan pelepasan serta monitoring dan evaluasinya. Sebelum dilepas semua burung harus dipastikan telah memiliki kemampuan mencari makan dan berkembangbiak, hal ini bisa diketahui melalui proses aklimatisasi atau adaptasi ulang burung pada tempat pelepasan. Sebaiknya kegiatan melepas burung dilaksanakan secara pararel dengan kegiatan kampanye dan pendidikan konservasi terutama untuk masyarakat sekitar tempat pelepasan burung.

Monitoring terhadap burung yang telah kita lepas harus dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang telah kita tetapkan. Selain itu, studi-studi demografis, ekologis dan perilaku burung yang telah kita lepas juga harus dilaksanakan. Kita juga harus selalu siap untuk melakukan intervensi-intervensi taktis selama proses monitoring. Intinya, melepas burung kembali ke alam dalam konteks konservasi tidak sama dengan membuka sangkar atau melepasnya dari genggaman tangan kita.

referensi : www.kutilang.or.id