Banyak yang beranggapan
bahwa di Pulau Jawa sudah tidak ada lagi hewan buas liar dari keluarga kucing
besar, anggapan tersebut bukan tanpa alasan, Pulau Jawa yang padat akan
penduduk membuat hutan – hutan yang menjadi habitat berbagai satwa liar cepat
mengalami deforestasi. Disatu sisi
orang beranggapan demikian, disisi lain masih ada orang yang beranggapan bahwa satwa endemik liar masih ada walaupun populasinya sangat sedikit. Salah satu
satwa endemik yang masih bertahan, dan satu – satunya dari keluarga kucing
besar yang masih ada di Pulau Jawa adalah Panthera pardus melas atau lebih
dikenal dengan Macan Tutul Jawa, walaupun ada dugaan bahwa masih terdapat
spesies kucing besar lain yaitu Panthera tigris sondaica dengan nama
lain Harimau Jawa, yang diperkirakan masih eksis di daerah hutan Gunung Slamet,
tapi karena belum adanya release
resmi dari IUCN REDLIST tentang keberadaan spesies ini, penulis belum bisa
mengulasnya lebih lanjut.
Macan Tutul Jawa ( Javan Leopard ) merupakan satu dari sembilan jenis subspesies macan tutul ( Panthera pardus ) yang ada di dunia
yang mempunyai dua varian warna, yaitu macan tutul yang berwarna kuning
kecoklatan dan macan tutul yang berwarna hitam, tapi yang menjadi ciri khas
kucing besar ini adalah corak tutul di tubuhnya. Macan Tutul Jawa mempunyai panjang
90 – 150cm, tinggi 60 – 95cm, dan berat sekitar 40 – 60kg. Ukuran tubuh betina
lebih kecil dari jantan. Seperti macan tutul pada umumnya, macan tutul jawa
adalah hewan nocturnal yang pandai
berenang dan memanjat. Mangsa macan tutul jawa meliputi hewan – hewan mamalia,
dan mampu menyeret mangsanya ke atas pohon walaupun ukuran mangsanya lebih
besar. Umur macan tutul jawa bisa mencapai 21 – 23 tahun, dan termasuk hewan
soliter dengan daerah teritorial seluas 5 – 15 km2, tapi terkadang kucing besar
ini berpasangan maupun berkelompok mengasuh anak. Betina bisa memiliki anak 2 –
6 ekor dengan masa kehamilan sekitar 110 hari. Anak macan tutul jawa akan tetap
bersama induknya sampai umur 18 – 20 tahun.
Macan Tutul Jawa atau juga dikenal dengan nama Macan Kumbang masuk dalam status konservasi Critically Endangered serta Appendiks I dalam CITES, diperkirakan hanya berjumlah 250 ekor saja pada tahun 2008 (IUCN REDLIST), dan diperkirakan menurun hingga sekarang, penurunan jumlah populasi diperkirakan semakin cepat seiring terjadi erupsi di Gunung merapi dan kebakaran di Gunung Lawu serta Gunung Merbabu. Pasca erupsi di Merapi dan kebakaran di Gunung Lawu, bisa dipastikan masih ada Macan kumbang yang selamat, dengan ditemukannya jejak kaki dari induk dan anak macan kumbang di mulut Gua Jepang di Plawangan, Gunung Merapi, ketika saya mengikuti pelatihan inventarisasi satwa liar pada bulan juli 2011.
Pasca kebakaran di Gunung Lawu juga ditemukan jejak
berupa feses macan kumbang di Jurang Pengarip-ngarip, Cemoro kandang, yang
memang menjadi habitus dari spesies ini,
Foto diatas diambil oleh
rekan saya di DIPONG INDONESIA mas
Alu bulan September 2011. Serabut halus yang terkandung dalam feses adalah bulu
kijang, sekaligus menguatkan dugaan bahwa di Gunung Lawu masih terdapat satwa
liar, sehingga perlu diadakan upaya konservasi, untuk menjaga biodiversitas di
Gunung Lawu.
Klasifikasi ilmiah :
Kingdom
|
Animalia
|
Filum
|
Chordata
|
Class
|
Mammalia
|
Ordo
|
Carnivora
|
Famili
|
Felidae
|
Genus
|
Panthera
|
Spesies
|
Panthera
pardus
|
Trinomial
name
|
Panthera
pardus melas ( Cuvier, 1809 )
|
gambar oleh : panterapardus.blogspot.com
hendryferdinan.wordpress.com